Archive for 2013
LAPORAN PRAKTIKUM PLANKTONOLOGI IDENTIFIKASI KELAS BACILLARIOPHYCEAE
By : Oceanna Al-Bahry
BAB
I.
PENDAHULUAN
11.1 Latar Belakang
Istilah
palankton pertama kali digunakan oleh
Victor Hensen pada tahun1887, dan disempurnakan oleh Haeckel pada tahun 1890.
Kata plankton berasal dari bahasa Yunani yang berarti mengembara. Defenisi
tentang plankton telah banyak di kemukan oleh para ahli dengan pendapat yang
hampir sama, yakni seluruh kumpulan organisme, baik hewan maupun tumbuhan yang
hidup terapung atau melayang di atas air, tidak dapat bergerak ataudapat
bergerak sedikit dan tidak dapat melawan arus.
Fitoplankton
merupakan tumbuhan planktonik berklorofil yang umumnya terdiri atas
Bacillariphyceae, Chlorophyceae, Dinophyceaea, Haptophyceae. Selain
berklorofil, fitoplankton juga memiliki bahan cadangan makanan yang umunya
berupa pati atau lemak, dinding sel yang tersusun dari selulosa,
serta bentuk flagel yang beragam.
Fitoplakton membentuk sejumlah besar biomassa di laut, sehingga sangat
memberikan efek yang besar dalam produktivitas primer lingkungan laut
(Romimohtarto,1999).
Diatom merupakan alga mikroskopik uniseluler yang
memiliki kandungan silica pada
dinding selnya (frustule) (Smith, 1950 dan Lee, 1989 dalam Fitri,
2011). Diatom merupakan fitoplankton dengan
kelimpahan tertinggi diperairan. Mikroalga ini diketahui memiliki tipe
heteromorphy, yaitu perbedaan morfologi dalam satu spesies akibat respon terhadap
perubahan lingkungan. Perubahan
kondisi lingkungan akan mendorong perubahan
bentuk morfologi diatom,
terutama perubahan morfologi valve (Hastle and
Syvertsen, 1997 dalam Fitri, 2011).
1.2 Tujuan
Manfaat
Dapat mempelajari dan mengamati serta dapat
mengidentifikasi sampai tingkat genus dan famili. Serta dapat mengenal
pembedaan diatom yang berasal dari muara, perairan pantai dan estuari.
1.3 Manfaat
·
Mampu
mengidentifikasi jenis – jenis fitoplangton dari kelas Basillariophyceae, baik
yang bersifat epipelic, episammic, epilitik, epiphyte, endozoic, dll.
·
Mampu melakukan
identifikasi secara benar dan tepat untuk kelas Basillariophyceae dan
membedakan antara Centric diatom dan penat diatom
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Plankton
Plankton merupakan komunitas biota yang terdiri dari
flora dan fauna dimana pergerakannya relative lemah dibandingkan dengan
kemampuannya arus untuk membawanya. (Omori dan Ikeda, 1992).
Plankton adalah makhluk hidup (hewan atau tumbuhan)
yang hidupnya mengapung, mengambang, atau melayang di dalam air yang kemampuan
renangnya sangat terbatas hingga selalu terbawa hanyut oleh arus
(A.Nontji,2008)
Menurut Omori dan Ikeda (1992)
berdasarkan ukurannya plankton dibagi menjadi :
1. Ultrananoplankton, berukuran
< 2 m m
2. Nanoplankton, berukuran
diantara 2 - 20 m m
3. Microplankton, berukuran
diantara 20 - 200 m m
4. Mesoplankton, berukuran
diantara 200 m m - 2 mm
5. Macroplankton, berukuran
diantara 2 - 20 mm
6. Mikronekton, berukuran
diantara 20 - 200 mm
7. Megaloplankton (Plankton
Gelatin), berukuran > 20 mm
Secara fungsional,
plankton dapat digolongkan menjadi empat golongan utama, yakni fitoplankton,
zooplankton bakterioplankton dan virioplankton (A. Nontji, 2008).
Pada praktikum ini yang akan dibahas adalah mengenai fitoplankton, yaitu
plankton nabati yang berukuran mikroskopis.
2.2 Fitoplankton
Fitoplakton merupakan nama untuk plankton
tumbuhan atau plankton nabati..Ukurannya sangat kecil, tak dapat dilihat
dengan mata telanjang. Ukuran yang paling umum berkisar antara 2 ± 200
mikro meter (1 mikro meter = 0,001 mm). Fitoplankton umumnya berupaindividu
bersel tunggal, tetapi ada juga yang membentuk rantai
Fitoplankton adalah termasuk bentuk biota tanaman,
dimana bentuk biota tanaman tersebut bersifat autotrophic dan menyumbang secara
langsung terhadap keberadaan pakan di permukaan air dengan mengembangkan
protoplasmanya dan cadangan makanan secara langsung dari karbon dioksida dan
larutan garam di laut (Newell
and Newell , 1977 ). Menurut Sachlan ( 1982 ) dan Arinardi dkk ( 1997 ) yang
dimaksud dengan Fitoplankton adalah plankton nabati. Selanjutnya Sumich dan
Dudley (1992) mendefinisikan Fitoplankton adalah biotra mikroskopik, mengapung
bebas dan merupakan produser primer. Lebih lanjut ditambahkan bahwa
phytoplankton adalah biota laut photosintetik, sebagai produser primer
ekosistem laut, dan berada pada rantai pertama dari jaring – jaring makana
Fitoplankton biasanya berkumpul di zona eufotik
yaitu zona dengan intesitas cahaya masih memungkinkan terjadinya proses
fotosintesis (Arinardi dkk., 1997). Pada suatu perairan sering dijumpai
kandungan fitoplankton yang sangat melimpah akan tetapi pada tempat yang lain
sangat sedikit. Keadaan ini disebabkan oleh bermacam-macam faktor antara lain
angin, arus, nutrien, variasi kadar garam, kedalaman perairan, aktivitas
pemangsaan serta adanya percampuran massa air (Davis, 1955).
Fitoplankton hanya dapat dijumpai pada lapisan
permukaan saja karena mereka hanya dapat hidup di tempat-tempat yang mempunyai
sinar matahari yang cukup untuk melakukan fotosintesis. Mereka akan lebih
banyak dijumpai pada tempat yang terletak di daerah continental shelf dan di
sepanjang pantai dimana terdapat proses upwelling. Daerah ini biasanya
merupakansuatu daerah yang cukup kaya akan bahan-bahan organik (Hutabarat dan
Evans, 1985).
Meskipun fitoplankton membentuk sejumlah besar biomassa
di laut, kelompok ini hanya diwakili oleh beberapa filum saja yaitu Chrysophyta
(alga kuning hijau), yang meliputi Diatom dan Kokolitofor (Cocolithophore),
alga biru hijau (Cyanophyta), alga coklat (Phaeophyta) dan satu kelompok besar
dari Dinoflagellata (Pyrophyta) (Romimohtarto, 1999).
Di sini kelas Diatom (Bacillariophyceae) dan
Dinoflagellata (Dinophyceae) merupakan anggota utama fitoplankton yang terdapat
di seluruh perairan laut, baik perairan pantai maupun perairan oseanik,
sedangkan Kokolitofor (Haptophyceae) lebih sering hidup di perairan oseanik,
Crytomonad (Cryptophyceae) di perairan pantai dan gangang hijau (Chlorophyceae)
sering melimpah di perairan tropis. Ganggang lain (termasuk Silicoflagellata,
Prasinomonad, Euglenoid, dan Chloromonad) kadang-kadang sangat banyak di
pantai. (Arinardi, dkk, 1997).
2.3 Diatom
(Bacillariophyceae)
Diatom adalah tumbuhan cell tunggal yang tergolong
dalam kelas Bacilariophyceae dari phylum Bacilariophyta. Diatom bisa terdiri
dari satu cell tunggal atau gabungan dari beberapa cell yang membentuk rantai.
Biasanya terapung bebas di dalam badan air dan juga kebanyakan dari mereka
melekat (attach) pada substrat yang lebih keras. Pelekatan diatom biasanya
karena tumbuhan ini mempunyai semacam gelatin (Gelatinous extrusion) yang
memberikan daya lekat pada benda atau substrat. Kita juga kadang menemukan
beberapa diatom yang walau sangat lambat tetapi punya daya untuk bergerak
Diatom mudah dibedakan dari Dinoflagelata karena
diatom hidup dalam suatu kotak gelas yang unik dan tidak memiliki alat – alat
gerak. Kotak ini terdiri dua bagian ( epiteca dan hipoteca ) yang dinamakan
katup ( valve ). Bagian yang menyatukan kedua bagian ini disebut Girdle. Bagian
hidup diatom terdapat dalam kotak ini. Kotak terbuat dari silicon dioksida
yaitu bahan utama pembuat gelas, berhiaskan lubang – lubang besar kecil dengan
pola – pola yang khas menurut spesies Diatom.Adanya hiasan–hiasan ini menyebabkan
Diatom popular diantara mereka.yang dalam pekerjaannya menggunakan mikroskop
konvensional atau mikroskop elektronik (Nybakken, 1992)
Diatom merupakan Produsen primer yang terbanyak. Mereka
terdapat disemua bagian lautan, tetapi teramat melimpah didaerah permukaan dan
dilintang tinggi, dimana terdapat air dingin yang penuh zat hara. Biota
bersel satu ini umumnya dinamakan alga coklat emas karena warnanya. Diatom
mempunyai ukuran yang sangat beranekaragam, dari beberapa micrón sampai
beberapa milimeter. Kerangka
silikonnya menunjukkan bebtuk – bentuk dan pola – pola rumit dan halus ( Romimohtarto dan Juwana, 1999). Bentuk diatom itu
sendiri di kenal dengan cell diatom melingkar (Centric diatom) dan cell diatom
memanjang (pennate diatom).
2.4 Dinoflagellata
(Dinophyceae)
Kelompok utama kedua, Dinoflagelata dicirikan oleh
sepasang flagela yang digunakan untuk bergerak di dalam air. Dinoflagelata
tidak memiliki kerangka luar yang terbuat dari silikon, tapi sering memiliki
suatu “Baju Zirah” berupa lempeng lempeng celulosa yaitu suatu karbohidarat.
Pada umumnya dinoflagelata berukuran kecil hidup
tunggal dan jarang membentuk rantai. Sama halnya dengan Diatom, Dinoflagelata
berkembang biak melalui proses pembelahan. Beberapa Dinoflagelata seperti
Noctiluca mampu menghasilakan cahaya melalui proses Bioluminesense. Bila
Noctiluca terdapat dalam jumlah besar mereka dapat menyebabkan jalur ombak
tampak bercahaya di malam hari. Banyak Dinoflagelata seperti Noctiluca tidak
dapat berfotosintesis. Anggota Fitoplankton yang merupakan minoritas ialah
berbagai alga hijau biru, Kokolitofor dan Siliko flagelata. Cynophyceae lautan
hanya terdapat dilaut tropik dan sering kali membentuk filamen yang padat dan
mewarnai laut (Nybakken, 1992).
2.5 Faktor-faktor
Lingkungan yang Mempengaruhi Kelimpahan Fitoplankton
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan planton terbagi
menjadi dua, yaitu:
Faktor fisika :
cahaya, temperatur air,
kekeruhan atau kecerahan, pergerakan
air
Faktor Kimia :
oksigen terlarut, PH, salinitas, nutrisi
Faktor fisika yang
mempengaruhi plankton adalah
·
Cahaya
Cahaya matahari merupakan faktor yang sangat penting bagi
kehidupan fitoplankton. Proses fotosintesis
hanya mungkin dapat dilakukan oleh fitoplankton jika intensitas cahaya matahari
mencukupi. Ini berarti fitoplankton sangat membutuhkan cahaya matahari dalam
proses hidupnya. Jeluk air yang ditembus oleh cahaya dan jeluk tempat
fotosintesis berlangsung dipengaruhi oleh penyerapan cahaya dalam kolum air,
panjang gelombang cahaya, transparansi, pantulan dari permukaan air, letak
lintang, dan musim. Intensitas cahaya diatas 50 % dan dibawah 50 % kemelimpahan
fitoplankton sangat sedikit. Hal ini akan menyebabkan proses fotosintesis tidak
berjalan dengan maksimal. Ada dua hal yang yang mendukung fenomena ini yaitu,
pada intensitas cahaya yang tinggi, fotosintesis pada alga mengalami penurunan.
Hal ini disebabkan karena intensitas cahaya yang tinggi akan merusakkan
klorofil, sehingga proses fotosintesis akan mengalami gangguan dan tidak
berjalan dengan baik. Begitu pula sebaliknya jika intensitas cahaya sangat
rendah, maka proses fotosintesisnya juga tidak berjalan dengan baik, karena
jumlah cahaya yang tidak mencukupi untuk melakukan proses fotosintesis (Castro
dan Huber 2000; Goldman dan Horne 1983; Lionard 2005; Nybakken 1992).
Menurut Lerman (1986), di perairan samudra
intensitas cahaya (sinar biru) dapat masuk sampai ke kedalaman 100 m. Perairan
pantai atau paparan benua intensitas cahaya dapat masuk sampai ke kedalaman 20
m. Sedangkan di estuari secara umum adalah 1-6 m (Gambar 3). Akan tetapi hal
ini juga sangat berkaitan erat dengan turbiditas estuari tersebut. Semakin
tinggi turbiditasnya maka penetrasi cahaya yang masuk semakin sedikit, begitu
juga sebaliknya. Setiap jenis fitoplankton memiliki perbedaan intensitas cahaya
yang dibutuhkan untuk melakukan proses fotosintesis (Cabrita et al, 1999;
Castro dan Huber 2000; Lerman 1986; Nybakken 1992; Sumich 1999).
·
Salinitas
Salinitas di estuari berfluktuatif secara dramatis
dari waktu ke waktu. Ketika air laut dengan salinitas sekitar 35
‰ bercampur dengan air tawar yang berasal dari sungai dengan salinitas 0
‰. Proses percampuran ini kemudian membentuk gradien salinitas yaitu 5-30 ‰
yang merupakan nilai salinitas di estuari normal. Untuk dapat bertahan
hidup di ekosistem estuari yang memiliki banyak variabel, fitoplankton
yang hidup di estuari harus dapat beradaptasi dan bertoleransi dengan
adanya fluktuasi salinitas. Distribusi dan kemelimpahan fitoplankton di estuari
secara kontinyu berubah akibat adanya perubahan salinitas dalam waktu yang
singkat, seperti pada saat masuknya aliran air tawar, pasang surut, dan
masuknya air karena hujan. Sedangkan dalam jangka waktu yang lama,
seperti naik dan turunnya permukaan air laut karena mencairnya es di kutub
(Castro dan Huber 2000; Lerman 1986; Nybakken 1993; Sumich 1999).
Air laut yang asin selalu berada di bawah, dan
mengalir membentuk lapisan garam. Lapisan garam ini bergerak mundur seterusnya
mengikuti ritme pasang surut. Lapisan garam akan bergerak naik ke permukaan
estuari pada saat pasang dan kemudian kembali pada saat surut. Jika suatu area
yang mengalami pasang surut pada siang hari, maka organisme akan mengalami dua
kali perubahan salinitas (Castro dan Huber 2000; Nybakken 1993; Sumich
1999).
·
Turbiditas
Jumlah
partikel-partikel suspensi yang terdapat dalam air di estuari pada setiap
tahunnya adalah sangat besar, oleh sebab itu turbiditas di estuari sangat
tinggi. Tingginya turbiditas terjadi pada saat tingginya suplai air dari
sungai. Secara umum turbiditas rendah di sekitar mulut estuari, dimana jumlah
air laut lebih besar. Pengaruh turbiditas adalah menyebabkan penetrasi cahaya
yang masuk ke dalam air sangat rendah. Hal ini akan menyebabkan penurunan
proses fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton. Pada akhirnya hal ini
akan mengurangi produktivitas estuari tersebut. (Castro
dan Huber 2000, Nybakken 1993, and Sumich 1999).
·
Nutrien
Tidak hanya carbon
dioxida, air dan sinar matahari yang dibutuhkan untuk melakukan proses
fotosintesis. Banyak nutrien yang dibutuhkan fitoplankton untuk pertumbuhan dan
reproduksi terutamanitrat (NO3-), ammonium (NH4+)
dan phosphat (PO43-). Produktifitas primer yang
dilakukan oleh fitoplankton sangat membutuhkan nutrien dalam jumlah
besar. Nutrien yang paling banyak dibutuhkan adalah nitrogen dan phosphat.
Nitrogen dibutuhkan untuk membuat asam amino dan asam nukleat, sedangkan
phosphat diperlukan untuk membuat tenaga (ATP). Sehingga nutrien merupakan
faktor pembatas bagi pertumbuhan dan perkembangan fitoplankton. Selain nitrogen
dan phosphat, fitoplankton juga membutuhkan bahan organik yang lainnya yaitu C,
H, O, dan vitamin. Di lokasi yang nutriennya melimpah akan direspon dengan
melimpahnya fitoplankton.
Fitoplankton
memiliki mekanisme respon terhadap phosphat. Pada
saat konsentrasi phosphat di perairan rendah maka fitoplankton akan
mengeluarkan enzim alkaline phosphatases. Enzim ini dikeluarkan untuk
membebaskan phosphat dari molekul organik. Ketika di perairan konsentrasi
phosphatnya tinggi maka fitoplankton akan merespon dengan mekanisme luxury
consumption. Mekanisme ini adalah mengambil PO4 dari perairan dan
menyimpan phosphat tersebut dalam sel dalam bentuk granula PO4, dan akan
digunakan jika kondisi phosphat di lingkungan sedikit atau kurang. Genus
fitoplankton yang dapat melakukan Luxury consumption adalah Asterionella,
selenastrum, dan cyclotella (Goldman dan Horne 1983)
·
Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan fitoplankton. Intensitas cahaya dibutuhkan untuk meningkatkan
pertumbuhan fitoplankton, sepanjang meningkatnya suhu. Reaksi fotosintesis pada
fitoplankton memiliki batasan intensitas cahaya. Reaksi ini memiliki suhu
tersendiri, kecuali suhu di bawah 5 0 C. Interaksi antara cahaya dan
temperatur akan memberikan gambaran profil vertikal dari distribusi
fitoplankton. Fitoplankton terdistribusi berdasarkan intensitas cahaya dan
suhu. Suhu minimal fitoplankton dapat melakukan proses fotosintesis adalah 5 0 C. Semakin tinggi suhu dan
semakin tinggi intensitas cahaya, maka proses fotosintesis semakin tinggi. Suhu
maksimal fitoplankton melakukan fotosintesis adalah 300 C. Ini menggambarkan
fitoplankton terdistribusi di gradien suhu dari 5 – 300 C. (Wetzel 2000).
Faktor kimia yang mempengaruhi plankton adalah
·
Oksigen terlarut
Oksigen terlarut diperlukan oleh tumbuhan air, plankton
dan fauna air untuk bernapas serta diperlukan oleh bakteri untuk dekomposisi. Dengan
adanya proses dekomposisi yang dilakukan oleh bakteri menyebabkan keadaan unsur
hara tetap tersedia di perairan. Hal ini snagat menunjang pertumbuhan air,
plankton dan perifiton (Mujib, 2010).
·
PH
Derajat keasaman (ph) berpengaruh sangat besar terhadap
tumbuh-tumbuhan dan hewan air sehingga sering digunakan sebagai petunjuk untuk
menyatakan baik atau tidaknya kondisi air sebagai media hidup. Apabila
derajat keasaman tinggi apakah itu asam atau basa menyebabkan proses fisiologis
pada plankton terganggu (Mujib, 2010).
·
Salinitas
Salinitas berperanan penting dalam kehidupan organisme,
misalnya distribusi biota akuatik. Menyatakan bahwa
pada daerah pesisir pantai merupakan perairan dinamis, yang menyebabkan variasi
salinitas tidak begitu besar. Organisme yang hidup cenderung mempunyai
toleransi terhadap perubahan salinitas sampai dengan 15 ‰ (Nybakken 1992).
·
Nutrisi
Nutrisi sangat berperan penting untuk pertumbuhan
plankton, nutrisi yang paling penting dalam hal ini adalah nitrat ( NO3 ) dan
phosphat ( PO4 ) phytoplankton mengkonsumsi nitrogen dalam banyak bentuk,
seperti nitrogen dari nitrat, ammonia, urea, asam amino. Tetapi
phytoplankton lebih cendrung mengkonsumsi nitrat dan ammonia. Nitrat lebih
banyak didapati di dasar yang banyak mengandung unsur organik ketimbang dari
air laut, nitrat juga bisa diperoleh dari siklus nitrogen. Nitrogen dari nitrat
adalah salah satu unsur penting untuk pertumbuhan blue green alga dan
phytoplankton lainnya (Mujib, 2010).
BAB III. MATERI METODE
3.1
Waktu Pelaksanaan
Hari dan Tanggal : Selasa, 19
November 2013
Waktu : Pukul
15.20 WIB
Tempat :
Taboratorium Biologi Laut Gedung E Jurusan Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas
Diponegoro
3.2 Alat dan Bahan
3.1.1
Alat
No
|
Nama Alat
|
Fungsi
|
1
|
Pipet
tetes
|
Untuk mengambil sampel untuk diamati
|
2
|
Kaca
preparat
|
Sebagai tempat sampel yang akan diamati di mikroskop
|
3
|
Mikroskop
|
Digunakan untuk mengamati sampel
|
4
|
Buku
identifikasi
|
Sebagai
panduan untuk mengidentifikasi plankton
|
5
|
Alat Tulis
|
Digunakan
untuk mencatat hasil praktikum
|
6
|
Botol Sempel
|
Digunakan
untuk tempat sampel plankton
|
3.1.2
Bahan
No
|
Nama Alat
|
Fungsi
|
1
|
Sampel
Plankton
|
Sampel yang
akan diamati
|
2
|
lugol
|
Digunakan
untuk mengawetkan sampel plankton
|
3
|
Aquades
|
Untuk
membersihkan kaca preparat dan pipet tetes
|
4
|
Tissue
|
Untuk
membersihkan kaca preparat dan pipet tetes
|
3.3 Metoda
1. Mengambil sampel dari botol sampel yang sudah di kocok
2. Pengambilan sampel
menggunakan pipet tetes kemudian diletakkan pada kaca preparat
3. Letakkan
kaca preparat ke mikroskop kemudian nyalakan mikroskop
4. Amati
sampel dengan perbesaran 40 X
5. Gambar
sampel
6. Sampel
diindentifikasi dengan merujuk pada
buku identifikasi
BAB 4. HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berikut ini adalah
hasil dari identifikasi fitoplankton di stasiun 13 perairan PLTU Jepara:
Tabel 2. Jenis-jenis fitoplankton yang di temukan
NO
|
GAMBAR
|
NAMA
|
TAKSONOMI
|
1
|
Kingdom :Plantae
Divisi : Chrysophyta
Kelas : Bacillariophyceae
Ordo : Rhizosolencales
Family : Rhizosolenceae
Genus : Rhizosolenia
Spesies : Rhizosolenia sp
(Nybakken,1992)
|
||
2
|
Kingdom : Plantae
Divisi : Bacillariophyta
Kelas : Bacillariophyceae
Bangsa : Pennales
Suku : Naviculaceae
Marga
: Pleurosigma
Jenis : Pleurosigma
sp (Nybakken,1992)
|
||
3
|
Kingdom : Plantae
Divisi
: Chrysophyta
Kelas
: Bacillariophyceae
Ordo : Coscinodiscales
Family : Coscinodisceae
Genus
: Coscinodiscus
Spesies : Coscinodiscus sp
(Nybakken,1992)
|
||
4
|
Kingdom : Plantae
Divisi
: Bacillariophyta
Kelas
: Bacillariophyceae
Bangsa : Centrales
Suku
:
Biddulphiaceae
Genus : Biddulphia
Spesies
:
Biddulphia sp
|
||
5
|
Kingdom : Plantae
Divisi : Bacillariophyta
Kelas : Bacillariophyceae
Bangsa
: Pennales
Suku : Naviculaceae
Genus : Thallassiothrix
Spesies : Thallassiothrix sp
|
4.2 Pembahasan
Pada sampel plankton stasiun 13 yang diambil pada siang di perairan dekat
PLTU Tanjung Jati Jepara ditemukan jenis
fitoplankton berupa : Rhizosolenia sp, Pleurosigma sp, Coscinodiscus sp, Biddulphia sp, Thallassiothrix
sp. Dari ke lima spesies tersebut semuanya berasa lari kelas Bacillariophyceae.
Hal tersebut menurut beberapa literatur diperkirakan karena pada siang hari
fitoplankton sedang melakukan fotosintesis sehingga banyak ditemukan
fitoplankton dalam sampel yang diamati.
Hasil
ini dirasakan kurang variatif karena berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Lusia (2012) pada perairan Teluk Awur Jepara menemukan 16-22 genus dari kelas Bacillariophyceae
pada 4 periode. Sedangkan secara umum pada perairan tersebut di dominasi oleh
genus Bacillariophyceae (diatom). Sedangkangkan menurut Romimohtarto (1999)
kelimpahan diatom sangat mendominasi pada satu perairan karena diatom merupakan
produsen primer terbanyak di laut.
Sedangkan
penelitian oleh Thoha (2007) Ekosistem Perairan
Teluk Gilimanuk, Taman
Nasional, Bali Barat, kelimpahan fitoplankton di dominasi oleh genus Coscinodiscus,
Chaetoceros, Guinardia, Navicula, Pseudonitzshia. Perbedaan ini dipengaruhi
oleh adanya pola upwelling, cuaca yang berbeda ditambah lagi pada daerah
sampling terdapat PLTU dan berada di daerah estuarian sehingga mendapatkan masukan nutrien hal
tersebut juga mempengaruhi kelimpahan fitoplankton.
BAB 5.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Setelah
melakukan praktikum identifikasi terhadap plankton dengan materi fitoplankton
dapat disimpulkan:
-
Pada sampel fitoplankton,
ditemukan jenis fitoplankton yang beranekaragam
-
Fitoplankton yang banyak
ditemukan dalam pengamatan adalah jenis dari kelas Bacillariophyceae
Diatom
-
Pengklasifikasi
plankton dapat dilakukan dengan mengamati bentuk
morfologi dan habitat plankton tersebut.
-
Jenis fitoplankton yang
diambil dari estuari, tengah laut, dan sungai sangatlah berbeda karena pengaruh
dari komposisi nutrien yang terlaru di perairan tersebut sangat berbeda.
5.2 Saran
- Diharapkan pengambilan sampel tidak hanya satu waktu
saja, misal sampling di lakukan pagi hari, siang , sore, dan malam hari
sehingga kita dapat mebedakan kelimpahan fitoplankton di setiap waktunya.
Diharapkan pengawetan sampel di lakukan dengan baik, karena pada saat
diamati banyak sampel fitoplankton yang rusak.
DAFTAR PUSTAKA
jika ingin dapus kli di sini . .
Tag :
Marine Botanical,